Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW: Momentum Meneladani Akhlak Rasulullah di Tengah Tantangan Zaman
Yogyakarta – Umat Islam di seluruh dunia kembali memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi yang jatuh pada 12 Rabiul Awal 1447 H. Di Indonesia, peringatan ini disambut meriah dengan berbagai kegiatan religius seperti pengajian, shalawat bersama, pawai, hingga santunan kepada anak yatim. Selain menjadi ajang memperkuat ukhuwah, peringatan Maulid Nabi juga dipandang sebagai momentum untuk meneladani akhlak mulia Rasulullah di tengah tantangan kehidupan modern.
Di berbagai daerah, suasana perayaan Maulid begitu terasa. Di Yogyakarta misalnya, ribuan jamaah memadati masjid dan lapangan untuk mengikuti pengajian akbar yang diisi para ulama. Acara biasanya diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, lantunan shalawat, serta pembacaan sirah nabawiyah yang menceritakan perjalanan hidup Rasulullah sejak lahir hingga menyebarkan risalah Islam.
Peringatan Maulid juga menjadi sarana untuk merefleksikan kembali nilai-nilai perjuangan Nabi. Rasulullah dikenal sebagai sosok pemimpin yang penuh kasih sayang, jujur, dan mengutamakan kepentingan umat. Keteladanan inilah yang menjadi pesan utama dari perayaan Maulid. Menurut salah satu ulama yang mengisi pengajian di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, Maulid Nabi bukan sekadar acara seremonial, melainkan ajakan agar umat Islam menanamkan sifat jujur, amanah, dan berakhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.
“Di tengah banyaknya krisis moral, korupsi, dan perpecahan, umat Islam harus kembali mencontoh Rasulullah. Beliau diutus bukan hanya untuk menyebarkan agama, tetapi juga untuk menyempurnakan akhlak manusia. Itulah inti dari peringatan Maulid,” ujarnya.
Selain pengajian, berbagai kegiatan sosial juga digelar. Sejumlah masjid dan ormas Islam membagikan paket sembako, mengadakan layanan kesehatan gratis, hingga memberikan santunan kepada anak yatim dan dhuafa. Hal ini sejalan dengan semangat Nabi Muhammad yang selalu mengutamakan kepedulian terhadap sesama.
Di beberapa wilayah, tradisi lokal turut mewarnai peringatan Maulid. Misalnya di Jawa, ada tradisi grebeg Maulid di Keraton Yogyakarta yang menghadirkan gunungan berisi hasil bumi untuk dibagikan kepada masyarakat. Di daerah lain, ada tradisi perarakan obor, kenduri, hingga festival shalawat yang melibatkan ribuan warga. Tradisi tersebut tidak hanya memperkuat nilai keagamaan, tetapi juga mempererat persatuan dan menjadi daya tarik budaya yang mendukung pariwisata.
Pemerintah juga mengajak masyarakat untuk menjadikan Maulid Nabi sebagai momentum memperkuat semangat persatuan dan toleransi. Menteri Agama RI dalam keterangannya menyebut bahwa ajaran Rasulullah tentang rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam) perlu diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa, terutama dalam menjaga kerukunan antarumat beragama.
“Peringatan Maulid Nabi hendaknya menjadi pengingat bahwa Islam adalah agama kasih sayang, bukan permusuhan. Rasulullah mengajarkan kita untuk hidup damai, saling menghormati, dan menebarkan manfaat bagi semua,” tegasnya.
Seiring dengan perkembangan zaman, peringatan Maulid juga telah diadaptasi secara digital. Banyak komunitas Islam mengadakan pengajian daring, majelis shalawat virtual, hingga konten edukatif di media sosial. Hal ini menjadi cara baru dalam menyebarkan dakwah dan nilai-nilai keteladanan Rasulullah, khususnya kepada generasi muda.
Dengan demikian, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bukan hanya sekadar mengenang kelahiran Rasulullah, tetapi juga menghidupkan kembali semangat perjuangan dan teladan akhlak beliau. Umat Islam diharapkan mampu menerjemahkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan nyata: bersikap jujur, adil, penuh kasih sayang, dan peduli terhadap sesama. (PBS)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!