Cerita Perjalanan Wisudawan Terbaik Program Studi PBS UAD Periode IV T.A. 2024/2025
Yogyakarta – Saya, Titin Nanda Syah Putri, berasal dari sebuah desa kecil di Lima Puluh, Batu Bara, Sumatera Utara. Sejak kecil saya percaya bahwa pendidikan adalah jalan terbaik untuk mengubah masa depan. Namun, mimpi itu sempat runtuh saat saya gagal lolos perguruan tinggi negeri. Air mata jatuh, hati terasa hampa, seolah semua usaha sia-sia. Tapi saya memilih bangkit. Penolakan itu justru menjadi titik balik yang mempertemukan saya dengan Universitas Ahmad Dahlan (UAD), membuka kembali pintu harapan yang sempat tertutup.
Sejak SMA, saya bercita-cita merantau keluar pulau, bukan hanya untuk menuntut ilmu, tetapi juga untuk membuktikan bahwa saya mampu berdiri di kaki sendiri. Dukungan orang tua dan keluarga menjadi kekuatan terbesar saya. Meski hidup sederhana, ayah dan ibu selalu berkata bahwa ilmu akan membuka jalan, dan mereka rela melepas saya sejauh apa pun demi masa depan. Dorongan itu membuat saya yakin melangkah, meninggalkan zona nyaman, dan siap menghadapi segala tantangan di tanah rantau.
Oktober 2021, dengan koper kecil dan segunung harapan, saya meninggalkan kampung halaman menuju Yogyakarta. Kota yang sebelumnya hanya saya kenal dari cerita kini menjadi saksi awal perjuangan saya. Tantangan pertama adalah mencari tempat tinggal yang aman dan terjangkau, yang akhirnya mengajarkan arti kemandirian. Perjalanan ini bukan sekadar perpindahan tempat, tetapi perjalanan hati dari rasa takut menuju keyakinan, dari keraguan menuju keberanian untuk menggapai masa depan.
Memulai perjalanan di Program Studi Perbankan Syariah, Universitas Ahmad Dahlan, semester 1 saya jalani di tengah pandemi. Meski kuliah daring, saya mulai mengenal teman-teman baru lewat grup kelas dan diskusi online. Kami saling membantu mengerjakan tugas dan berbagi cerita tentang kehidupan di kampus. Saat perkuliahan mulai tatap muka di semester berikutnya, suasana kelas menjadi lebih hidup berdiskusi langsung dengan dosen, bekerja dalam kelompok, hingga tertawa bersama saat presentasi membuat rasa kekeluargaan semakin erat. Di luar kelas, saya aktif mengikuti kegiatan IMM, HMPS, dan BEM, yang membuka kesempatan bertemu mahasiswa dari berbagai program studi dan memperluas pertemanan.
Seiring berjalannya semester, saya semakin menikmati keseharian sebagai mahasiswa. Keseruan tidak berhenti di ruang kuliah, kami sering mengerjakan tugas sambil nongkrong di kantin kampus atau mengadakan belajar bersama menjelang ujian. Saya juga mengasah kemampuan lewat lomba, menjadi MC, mengikuti program Wirausaha Mahasiswa Merdeka, hingga magang dan KKN. Memasuki semester 8, fokus utama saya beralih pada penyusunan skripsi. Semua pengalaman ini membuat masa perkuliahan saya bukan sekadar mengejar gelar, tetapi perjalanan penuh cerita, tawa, air mata dan pelajaran hidup yang akan selalu saya kenang.
Ada kenangan yang tak pernah lekang oleh waktu, terpatri di sudut hati seperti ukiran yang tak akan pudar. Saya masih ingat awal pertemuan di layar laptop, wajah-wajah asing yang perlahan berubah menjadi keluarga. Dari sapaan singkat di kolom chat hingga tawa riang saat akhirnya duduk di bangku yang sama. Kami belajar bukan hanya dari buku, tetapi dari cerita yang dibagi, candaan di sela-sela tugas, dan diam-diam saling menguatkan saat hati mulai lelah. Setiap pertemuan menjadi benih persahabatan yang tumbuh subur, menyelimuti perjalanan kuliah dengan kehangatan yang sulit dijelaskan.
Bersama teman-teman, hari-hari kuliah menjelma menjadi mozaik warna-warni. Malam-malam panjang di kos saat mengerjakan tugas kelompok, hingga pagi tergesa menuju kelas karena takut terlambat, menjadi bagian dari ritme kehidupan mahasiswa. Keseruan tidak hanya berhenti di ruang kuliah, organisasi kampus seperti IMM, HMPS, dan BEM menjadi panggung tempat saya belajar memimpin dan dipimpin, mengatur acara, serta berbagi tawa di tengah rapat yang kadang melewati tengah malam. Mereka bukan sekadar teman seperjuangan, tetapi saudara yang sama-sama memikul lelah, saling mengisi semangat, dan merayakan keberhasilan sekecil apa pun seolah itu pencapaian dunia.
Para dosen pun menjadi bagian dari kisah yang tak terlupakan. Mereka bukan sekadar pengajar, tetapi cahaya yang menuntun ketika jalan terasa gelap. Dengan sabar mereka menjawab pertanyaan, dengan senyum mereka menguatkan langkah, bahkan dengan teguran mereka menumbuhkan kedewasaan. Di balik setiap lembar skripsi yang saya susun, ada jejak tangan mereka yang membimbing, ada suara teman-teman yang menyemangati, dan ada doa keluarga yang mengiringi. Saat pulang di kampung halaman nanti, saya tahu bukan hanya gelar yang saya bawa pulang, tetapi juga sepotong cerita indah tentang tawa, air mata, kerja keras, dan persaudaraan yang akan saya simpan selamanya.
Berorganisasi bagi saya bukan hanya soal menambah kesibukan, tetapi ruang untuk belajar kehidupan. Dari awal kuliah, saya aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Perbankan Syariah, dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Awalnya saya hanya menjadi anggota dan panitia kecil, namun perlahan saya dipercaya memegang peran penting seperti Sekretaris Bidang LITBANG HMPS, Ketua Pelaksana Darul Arqam Dasar (DAD), dan Koordinator Acara Masa Ta’aruf (MASTA) FAI. Setiap rapat, setiap acara, dan setiap diskusi memberi pelajaran berharga tentang kerja sama, manajemen waktu, dan kepemimpinan yang tak akan pernah saya dapatkan hanya dari buku kuliah.
Selain organisasi, saya juga mengasah diri melalui berbagai perlombaan. Salah satu momen yang paling membanggakan adalah saat saya berhasil meraih juara lomba debat tingkat nasional. Kemenangan itu bukan sekadar piala, tetapi bukti bahwa kerja keras, latihan, dan keberanian untuk mencoba mampu mengalahkan rasa takut. Tidak hanya itu, saya juga lolos dalam Program Wirausaha Mahasiswa Merdeka (WMM) yang kemudian dikonversi mata kuliah sebanyak 21 SKS, memberi saya kesempatan membangun usaha dengan dukungan kampus. Perlombaan dan program ini melatih saya berpikir kritis, kreatif, dan berani mengambil keputusan dalam situasi yang penuh tantangan.
Puncak kebahagiaan saya datang ketika mendapat rekomendasi dari IMM untuk menerima Beasiswa Program Misi Kader Persyarikatan (BPM-KP), yang merupakan beasiswa ongoing. Beasiswa ini bukan hanya meringankan beban finansial, tetapi juga menjadi pengakuan atas dedikasi saya di organisasi dan prestasi di luar kelas. Saat itu saya merasa perjuangan Panjang dari mengikuti kegiatan, membagi waktu antara kuliah dan organisasi, hingga berkompetisi di berbagai lomba terbayar dengan manis. Beasiswa ini menjadi energi baru yang mendorong saya untuk terus berkarya, mengabdi, dan memberi manfaat lebih luas di lingkungan kampus maupun masyarakat.
Perjalanan kuliah saya di Program Studi Perbankan Syariah, Universitas Ahmad Dahlan adalah sebuah kisah tentang keyakinan, kerja keras, dan keajaiban dukungan dari orang-orang di sekitar. Dari awal yang penuh keraguan saat gagal lolos perguruan tinggi negeri, hingga menemukan rumah kedua di UAD, saya belajar bahwa setiap kegagalan hanyalah jalan memutar menuju takdir terbaik. Kesan yang paling membekas adalah hangatnya persahabatan, bimbingan tulus dari para dosen, serta kesempatan berharga di organisasi yang membentuk saya menjadi pribadi lebih berani, disiplin, dan percaya diri. Setiap rapat, acara, perlombaan, dan momen kebersamaan menjadi mozaik indah yang akan selalu saya simpan dalam hati.
Pesan yang ingin saya sampaikan adalah jangan pernah takut untuk melangkah, meski jalannya tidak selalu mulus. Kegagalan bukanlah akhir, tetapi awal dari perjalanan baru yang mungkin lebih indah dari yang kita bayangkan. Jangan pernah takut untuk melangkah keluar dari zona nyaman. Nikmati setiap proses, karena setiap tantangan adalah kesempatan untuk tumbuh. Mari terus saling menguatkan dan menjaga kebersamaan yang telah kita bangun, manfaatkan waktu kalian sebaik mungkin ikuti organisasi, raih prestasi, dan jangan ragu mengambil peluang yang datang. Jadikan Perbankan Syariah bukan hanya tempat menimba ilmu, tetapi juga wadah membentuk karakter dan menorehkan jejak kebaikan. Percayalah, semua perjalanan ini akan menjadi cerita indah yang kelak bisa di kenang dengan bangga.
“Menempuh jalan sebagai mahasiswa Perbankan Syariah ibarat mengarungi samudra luas dengan perahu bernama amanah. Angka dan laporan adalah ombaknya, sementara kejujuran adalah layar yang menuntun arah. Kadang angin tantangan datang kencang, membuat kita goyah, namun keyakinan pada nilai syariah adalah jangkar yang menjaga kita tetap teguh. Ingatlah, pelabuhan akhir kita bukan sekadar gelar atau pekerjaan, melainkan keberkahan hidup dan pahala yang tak ternilai. Maka dayunglah dengan hati, belajarlah dengan niat yang bersih, dan layarkan perahu itu hingga sampai di tujuan yang diridhai Allah.”
“Untuk teman-teman seperjuangan yang akan berlayar menuju pelabuhan masing-masing, ingatlah bahwa perpisahan ini hanyalah jeda, bukan akhir cerita. Kita pernah berada di kapal yang sama, mengarungi badai tugas, gelombang ujian, dan angin organisasi. Kini kita mungkin berlabuh di dermaga yang berbeda, namun ombak kenangan akan selalu membawa kita pada cerita yang sama tentang tawa, perjuangan, dan doa yang pernah kita bagi. Teruslah berlayar dengan layar kejujuran dan kompas prinsip syariah, hingga suatu saat nanti kita bertemu lagi di samudra keberhasilan.” (TIN)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!