Belajar Dari Surat Asy-Syuara Ayat 183: “Timbangan yang Jujur”
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (QS. Asy-Syu‘ara: 183)
Di sebuah pasar kecil di pinggiran kota Madinah, hiduplah seorang pedagang muda bernama Amir. Ia dikenal ramah, pintar berbicara, dan pandai menarik hati pembeli. Dagangannya berupa gandum dan rempah-rempah selalu laris karena tutur katanya lembut dan senyumnya yang meyakinkan. Namun, di balik semua itu, Amir menyimpan kebiasaan yang tidak terpuji — ia sering mengurangi timbangan dagangannya sedikit demi sedikit.
Setiap kali menakar gandum, Amir menekan timbangan agar jarumnya tidak tepat di tengah. Ia berpikir, “Ah, ini hanya sedikit saja. Tidak akan ada yang tahu.” Hari demi hari, kebiasaannya itu membuatnya semakin kaya, tetapi hatinya terasa semakin gelisah.
Suatu pagi, datang seorang kakek tua yang mengenakan pakaian sederhana. Ia ingin membeli gandum untuk keluarganya yang miskin. “Nak, tolong timbangkan satu dirham gandum untukku,” katanya dengan suara lemah. Amir pun menakar seperti biasa — sedikit curang. Ketika kakek itu pergi, Amir merasa dadanya sesak entah mengapa.
Beberapa hari kemudian, Amir bermimpi didatangi seorang lelaki berjubah putih. Lelaki itu menatapnya tajam dan berkata,
“Wahai Amir, apakah engkau tidak membaca firman Allah dalam Surah Asy-Syu‘ara ayat 183? ‘Janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi.’ Ketahuilah, sekecil apa pun kecuranganmu, itu adalah kerusakan.”
Amir terbangun dengan keringat dingin. Hatinya berdebar dan rasa bersalah mulai menghantui pikirannya. Sejak hari itu, ia bertekad untuk memperbaiki diri. Ia memperbaiki timbangan, memastikan setiap pembeli mendapatkan haknya dengan jujur, dan bahkan meminta maaf kepada para pelanggan yang pernah ia tipu.
Kabar perubahan Amir pun menyebar. Pelanggannya semakin banyak karena mereka percaya pada kejujuran dan amanahnya. Amir menyadari bahwa rezeki sejati bukan datang dari kelicikan, tetapi dari keberkahan dan kejujuran.
Suatu hari, kakek tua itu datang lagi. Amir menyambutnya dengan penuh hormat dan berkata, “Kakek, izinkan saya memberi gandum ini tanpa bayar. Ini sebagai permintaan maaf saya atas kesalahan masa lalu.” Kakek itu tersenyum lembut dan berkata,
“Nak, Allah menyukai orang yang bertaubat dan memperbaiki diri. Jangan takut kehilangan rezeki karena kejujuran. Justru di sanalah keberkahan hidupmu.”
Sejak hari itu, Amir menjadi pedagang paling dipercaya di pasar. Setiap kali ia menakar gandum, ia selalu mengingat firman Allah dalam Surah Asy-Syu‘ara ayat 183. Ia paham bahwa kejujuran bukan hanya urusan dagang, tetapi juga bentuk ibadah dan tanggung jawab kepada sesama manusia serta kepada Allah.

Renungan untuk kita bersama
Makna Cerita:
Surat Asy-Syu‘ara ayat 183 mengajarkan manusia untuk tidak merugikan orang lain, baik dalam hak, harta, maupun pergaulan sosial. Allah melarang keras perbuatan curang, penipuan, dan ketidakadilan yang dapat menimbulkan kerusakan di muka bumi. Melalui kisah Amir, kita belajar bahwa sekecil apa pun bentuk ketidakjujuran, itu akan menggerogoti keberkahan hidup. Sebaliknya, kejujuran membawa ketenangan, kepercayaan, dan ridha Allah. (PBS)



Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!